Sabtu, 14 Januari 2017

Prasangka, Diskriminasi, dan Etnosentrisme

Kisah Pria Disabilitas Dipaksa Merangkak Ke Pesawat








Liputan6.com, Malaga - Seorang penumpang disabilitas ini mengalami diskriminasi saat hendak melakukan penerbangan dari Malaga, Spanyol. Ia tak bisa berjalan ke dalam kabin burung besi karena kedua kakinya sudah diamputasi, tapi diminta merangkak dari ruang tunggu bandara menuju ke pesawat terbang.
Matthew Parkes pun merasa tak terima dengan perlakukan dari pegawai maskapai penerbangan berbiaya rendah, Ryan Air. 

Dikutip dari The Local, Kamis (31/3/2016), pria itu menceritakan kepada Manchester Evening News bahwa pegawai Ryanair memintanya untuk merangkak dua turunan, sebuah tangga, melintasi tarmak dan naik ke pesawat terbang.Pria berusia 38 tahun warga Manchester, Inggris itu kemudian menceritakan kisahnya kepada media. Ia mengatakan tangah bersama istri dan anak perempuannya yang berusia 4 tahun usai berlibur di Malaga.
"Ryanair membuat saya merasa terhina dan tidak berarti," kata pria yang dua kakinya harus diamputasi pada November lalu. Saat diamputasi, ia menderita sepsis yang sangat parah. Sepsis adalah infeksi bakteri yang menyebar di seluruh tubuh.
Lanjutnya, "Saya merasa seperti warga kelas dua dan dipermalukan, padahal amputasi ini barusan saja terjadi dan saya masih harus membiasakan diri menjadi pusat perhatian orang."
Penerbangan sebelumnya dengan Monarch mengizinkannya naik paling awal ke pesawat terbang. Sebaliknya, Ryanair -- sebuah penerbangan biaya rendah Irlandia -- memintanya menunggu hingga semua penumpang lain sudah naik pesawat.
Di dalam pesawat, ia ditandu sepanjang badan pesawat untuk menuju tempat duduknya. "Mereka menyeretku ke belakang sambil terantuk dengan orang lain di sekitar. Semua orang menontonku."
Parkes bersusah payah menaiki kursinya tanpa bantuan awak pesawat. Ketika bertanya tentang caranya ke toilet, ia diberitahu untuk "merangkak sepanjang lorong."

Istrinya mengeluhkan hal ini, tapi sia-sia. Kata istrinya, Pamela, "Ryanair memperlakukan dia seperti binatang ketika dalam perjalanan pulang -- ia tidak dianggap sebagai manusia, dan saya dipaksa menyaksikan suami saya dipermalukan."
Lanjutnya, "Saya benar-benar muak. Mereka perlu mengubah kebijakan terhadap kaum cacat."
Pamela juga mengeluhkan penolakan permohonan makan lebih awal terkait dengan obat untuk suaminya. Permintaan ini diabaikan dan mereka menjadi yang terakhir disuguhi makanan.
Namun demikian, pihak Ryanair membantah hal ini melalui pernyataan, "Penumpang yang dimaksud meminta dan diberikan bantuan PRM (passenger with reduced mobility) di Bandara Malaga. Layanan ini diberikan kepada seluruh penumpang penerbangan oleh operator bandara AENA."
"Kami tidak menerima laporan apapun dari awak pesawat maupun penyedia PRM tentang adanya masalah ketika membantu penumpang ini menuju kursinya."
"Sepengetahuan kami, tidak ada kebenaran dalam pengakuan ini dan tidak ada keluhan disampaikan oleh penumpang ini ataupun dua orang yang bepergian bersamanya, baik kepada awak pesawat kami maupun kepada penyedia bantuan PRM."


OPINI : Sungguh perilaku yang tidak mempunyai hati nurani sebagai seorang manusia, tega sekali memperlakukan penumpang disabilitas seperti itu, merangkak dari ruang tunggu hingga ke pesawat, bahkan orang yang mempunyai kaki pun tidak akan mau merangkak dari ruang tunggu ke pesawat, bagaimana kita setega itu menyuruh orang disabilitas yang jelas sudah tidak mempunyai kaki .

SARAN : Sebagai mahkluk sosial, kita seharusnya saling membantu satu sama lain, tidak boleh membeda-beda kan, karena kita hidup membutuhkan orang lain, kita tidak bisa hidup sendiri, hanya karena kalian sekarang bisa melakukan sendiri, membuat kalian berpikir tidak memerlukan orang lain, sesama manusia kita seharusnya :
  • Saling menghormati sesama manusia
  • Saling membantu 
  • Saling menghargai perbedaan





Jumat, 06 Januari 2017

Agama Dan Masyarakat

Agama dan Masyarakat
Amurang, ME
  Wakil Bupati (Wabup) Minahasa Selatan (Minsel) Franky Donni Wongkar mengelar pertemuan membahas situasi dan kondisi yang terjadi akhir-akhir ini pasca demo 4 November lalu dan bom Samarinda.

Inti pertemuan yang menyikapi isu SARA, menolak radikalisme dan menjaga 4 Pilar Kebangsaan ini dihadiri Tokoh Masyarakat dan Agama yang tergabung dalam Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Forum Pembaharuan Kebangsaan (FPK) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Dalam pertemuan ini semua mengeluarkan pernyataan sikap bersama sepakat menolak radikalisme, menjaga 4 Pilar serta meminta masyarakat tetap menjaga kedamaian di Kabupaten Minsel.

"Forum ini nilainya sangat mahal. Forum ini berfungsi sesuai dengan namanya kemudian ada pertemuan rutin termasuk hari ini. Tujuannya membahas kondisi sosial kemasyarakatan yang sudah mulai mengarah pada konflik agama khususnya di daerah lain di luar Minsel," kata Wongkar saat memberi keterangan di ruang kerjanya, Senin (21/11).

Apa yang telah disepakati menurut dia dapat menjadi contoh bagi Kabupaten Kota yang lain baik di Provinsi Sulawesi Utara maupun di daerah yang lain.

"Dalam pertemuan ini disepakati bersama tokoh agama melakukan kunjungan ke rumah-rumah ibadah baik masjid maupun gereja untuk memberikan kesejukan ditengah isu gesekan antar umat beragama," ujar Wongkar. (jerry sumarauw)

Pendapat:
     Ya memang negara tercinta kita sedang berada dalam konflik yaitu perseteruan umat beragama. Kita sebagai warga negara indonesia seharusnya melihat kembali kepada Pancasila poin ketiga yaitu Persatuan Indonesia, Walaupun di negara indonesia ada bermacam - macam agama tetapi kita harus tetap bersatu tidak perlu melihat apapun agama nya. Dan juga Bhinekka Tunggal Ika, Berbeda-beda tetapi tetap satu tidak lebih arti nya sama dengan poin ketiga pancasila.

Solusi:
  • Pemerintah harus turun tangan menangani masalah ini
  • Lihat kembali poin ketiga dari pancasila
  • Ingat Bhinekka Tunggal Ika
  • Warga nya pun harus sadar
 
Penulis:
Nama: Mahesa Rosmana Putra
NPM : 14116226
Kelas : 1KA17
 
Sumber Referensi:
http://www.manadoexpress.co/berita-13918-tokoh-agama-dan-masyarakat-minsel-tolak-radikalisme.html